Sabtu, 03 Desember 2011

Pembuatan Kompos dari Limbah Tanaman Enceng Gondok



   
Saat ini tersedia beberapa bentuk kerajinan tangan yang dibuat dari bahan baku enceng gondok. Beberapa produk kerajinan yang ada seperti tas tangan, dompet, keranjang dan aneka produk lain tersebut menggunakan tangkai enceng gondok yang dikeringkan untuk dianyam membentuk produk yang diinginkan.

Memenuhi kebutuhan enceng gondok untuk daerah Yogyakarta, bahan baku enceng gondok dipasok dari daerah Rawa Pening, Ambarawa dan dari Kulonprogo.

Pemasok memperoleh enceng gondok dari hasil tanaman liar dan bukan dari pembudidayaan. Penduduk Rawa Pening hanya tinggal mengambil tanaman yang tumbuh liar dan memenuhi hamparan permukaan rawa. Pengolah tidak perlu memikirkan ketersediaan bahan baku tanaman enceng gondok untuk pemanenan berikutnya, karena jumlah yang tersedia sangat banyak. Mereka tinggal menunggu atau berpindah ke area lain dimana tanaman sudah cukup besar untuk diambil tangkai daunnya. Perkembangbiakan dan pertumbuhan tanaman enceng gondok memang sangat cepat.

Proses perlakuan tangkai daun untuk bahan baku kerajinan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pengambilan dan seleksi tanaman enceng gondok yang sudah tua dan memiliki tangkai yang besar dan panjang.
2. Pemotongan tangkai dari bagian daun dan bonggol akar
3. Pengeringan tangkai dengan jalan diikat dan dijemur di bawah terik sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan jalan digantung di para-para atau diletakkan begitu saja di tanah.
4. Pengepakan ikatan tangkai daun untuk siap disetor ke pengrajin.

Bagian tanaman enceng gondok yang diambil untuk hiasan adalah bagian tangkai daunnya saja. Tanaman ini sebagaimana jenis tanaman air lainnya tidak memiliki batang, jadi hanya terdiri dari daun, tangkai daun, bonggol akar dan akar itu sendiri. Dengan demikian setelah diambil bagian tangkainya, tentu saja akan menghasilkan limbah berupa bagian sisa tanaman yang tidak diolah lebih lanjut.

Limbah tanaman enceng gondok ini biasanya dibuang kembali ke dalam rawa. Bagian bonggol yang biasanya masih memiliki tunas anakan akan membantu perkembangbiakan tanaman lebih lanjut dan menjadi semakin tidak terkendali. Untuk bagian lain akan mengalami proses pembusukan dan diharapkan oleh masyarakat akan dapat berubah menjadi kompos secara alami di dasar rawa.

Saat ini ada sebagian masyarakat di tepian Rawa Pening yang memiliki mata pencaharian sebagai pengumpul kompos. Mereka mengambil kompos dari dasar rawa yang sebagian besar berasal dari pembusukan tanaman enceng gondok. Akan tetapi kalau ditinjau lebih jauh, aktivitas sembacam ini sangat tidak efisien. Orang harus mengambil kompos dari dasar rawa dengan menggunakan ember keruk dan kemudian mengeringkan kompos yang telah diambil tersebut. Lama waktu untuk pengomposan secara alami ini juga tidak dapat diperkirakan karena sifatnya alamiah. Kepemilikan lahan sumber kompos juga akan dapat menjadi sumber konflik kalau kapasitas kompos yang tersedia sudah mulai menipis.

Di sisi lain aktivitas membiarkan tanaman air membusuk di air seperti ini akan dapat mempercepat proses pendangkalan rawa dengan lebih cepat.

Berdasarkan permasalahan yang ada maka perlu dicari langkah alternatif penyelesaian yang mungkin dapat ditempuh. Perkembangbiakan tanaman enceng gondok di Rawa Pening perlu dibatasi untuk mencegah ’over populasi’ yang berakibat merugikan dan mengancam eksistensi Rawa Pening itu sendiri. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan tidak membuang limbah bonggol tanaman enceng gondok ke dalam rawa.

Limbah tanaman enceng gondok ini tetap diharapkan sebagai bahan baku kompos. Akan tetapi proses pengomposan yang dilakukan hendaknya dilakukan di daratan saja dengan diolah secara lebih khusus. Jadi bagian sisa tanaman setelah diambil tangkai daunnya jangan dibuang lagi ke dalam air, melainkan dikumpulkan untuk dijadikan bahan baku kompos. Apabila proses pemotongan dilakukan secara langsung di tengah rawa, maka hendaknya pengumpul juga membawa sekalian bagian sisa tanaman dan tidak dibuang ke dalam rawa.

Proses pengomposan yang dilakukan di darat mestinya akan jauh lebih memudahan dan dapat meningkatkan nilai tambah dari tanaman enceng gondok ini. Proses pengomposan dapat dilakukan dengan menimbun limbah tanaman dalam ukuran lebar 1 meter sepanjang 4-5 meter dengan ketinggian dapat mencapai sekitar 1 meter.

Alas tempat pengomposan dapat dari tanah yang diratakan atau lebih baik lagi menggunakan lantai semen dengan kemiringan secukupnya. Tanaman dapat dicacah jika tersedia alat pencacah dengan mesin atau secara manual, karena jika potongan bahan berukuran kecil akan dapat mempercepat proses pengomposan. Proses pengomposan juga dapat dipercepat dengan menggunakan starter bakteri pengurai atau dapat dengan menggunakan EM4.

Proses perlakuan pada saat pengomposan dapat dilakukan dengan membolak-balik timbunan stiap seminggu sekali. Sekitar 2-3 bulan maka akan dapat dihasilkan kompos dari limbahan enceng gondok ini.

Dengan langkah-langkah yang ditawarkan tersebut diharapkan dapat ikut mengatasi permasalahan enceng gondok di Rawa Pening ini. Proses ini tentu saja tidak akan merugikan bagi masyarakat pengumpul tangkai daun dan juga pengumpul kompos, bahkan diharapkan langkah ini akan dapat meningkatkan pendapatan mereka atau menghasilkan mata pencaharian baru. Pada sisi lain kelestarian Rawa Pening akan tetap dapat terjaga baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GuestBook